Monthly Archives: Mei 2015

Kasus Perkembangan Penduduk

Posted on

Masalah Kepadatan Penduduk Menghadang

Jalur Bekasi-Karawang rawan kemacetan karena di ruas jalan nasional tersebut terdapat jalan dan jembatan yang sedang diperbaiki. Salah satunya adalah perbaikan jembatan Kali Sasak Jarang di perbatasan Kota Bekasi-Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Kota Bekasi genap berusia 12 tahun. Jikalau diibaratkan dengan manusia, Kota Bekasi berada pada masa praremaja, alias anak baru gede (ABG). Namun, Kota Bekasi sudah menghadapi beragam persoalan seperti kota besar. Salah satunya adalah persoalan pertumbuhan penduduk.Hal itu adalah konsekuensi, yang ditanggung Kota Bekasi (dan Kabupaten Bekasi), sejak Bekasi dikembangkan menjadi penyangga Jakarta berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 13 Tahun 1976.Inpres tersebut menempatkan Bekasi sebagai kota satelit Jakarta dan menjadi bagian kawasan pengembangan Jakarta-Bogor-Tangerang-Bekasi (Jabotabek).

Dengan kehadiran pabrik dan kawasan industri, Kota Bekasi berkembang sebagai kota berpenduduk padat.”Ketika baru dikembangkan sebagai kota mulai tahun 1996, penduduk Kota Bekasi saat itu baru sekitar 750.000 jiwa,” kata Sekretaris Daerah Kota Bekasi Tjandra Utama Effendi, Jumat (6/3). ”Saat ini penduduk Kota Bekasi mencapai 2,2 juta jiwa dan sebagian besar ada penduduk komuter yang pada siang hari bekerja di Jakarta,” ujarnya.

A. Masalah kota

Laju pertambahan penduduk Kota Bekasi, menurut Sensus Penduduk 2000, mencapai 3,49 persen. Pertambahan penduduk Kota Bekasi lebih besar disebabkan migrasi. Penyebab tingginya migrasi tidak lain adalah berkembangnya Kota Bekasi menjadi pusat ekonomi dan pusat bisnis.”Ini disebabkan letak Kota Bekasi yang berada di jalur ekonomi yang dinamis, yakni antara Jakarta dan Jawa Barat,” kata pengamat dari Universitas Islam 45 Bekasi, Harun Al Rasyid. ”Kota Bekasi berkembang pesat karena terimbas perkembangan Jakarta yang sudah mencapai titik jenuh,” ujar Harun. Di pihak lain, tingginya laju pertambahan penduduk Kota Bekasi menimbulkan beragam persoalan bagi Kota Bekasi. Mulai dari masalah kemiskinan, pengangguran, kriminalitas, sampai transportasi, pendidikan dan kesehatan, serta interaksi sosial masyarakat.

Sampai akhir 2007, jumlah keluarga prasejahtera di Kota Bekasi tercatat sebanyak 20.448 keluarga, atau bertambah 1.700 keluarga dibandingkan dengan tahun 2006. Begitu pula persoalan pengangguran. Hingga tahun 2006 masih terdapat 187.944 orang di Kota Bekasi yang menganggur dan sebanyak 43.742 orang lainnya sedang mencari kerja. Persoalan juga tampak pada maraknya kasus kriminalitas di wilayah Kota Bekasi. Sosiolog dari Universitas Islam 45 Bekasi, Andi Sopandi, mengatakan, Kota Bekasi mendapat sorotan kurang menguntungkan akibat tingginya kasus kejahatan yang terjadi di wilayah ini. ”Terutama kasus narkotika,” kata Andi. ”Hampir 90 persen penghuni LP Bekasi akibat kasus narkotika,” ujarnya.

Dari catatan Kompas, sampai Oktober 2008 terdapat 3.213 kasus kriminalitas, termasuk kecelakaan dan pengaduan masyarakat, yang ditangani jajaran Kepolisian Resor Metropolitan Bekasi. Padahal, selama 2007, jumlah kasus kriminalitas yang ditangani Polres Metro Bekasi ”hanya” sebanyak 3.183 kasus. Problem lain adalah penyediaan sarana dan prasarana transportasi. Pemerintah Kota Bekasi hingga sekarang masih berkutat dengan persoalan jalan berlubang atau jalan rusak. Kerusakan di ruas Jalan Pekayon-Jatiasih-Pondok Gede sudah bertahun-tahun belum tuntas ditangani. Hal lain yang juga menjadi persoalan kota adalah penggunaan lahan. Dari sekitar 21.409 hektar luas wilayah Kota Bekasi, sebanyak 62 persennya sudah dibangun menjadi kawasan niaga dan kawasan permukiman. Sementara lahan yang tersisa sebagai ruang terbuka hijau hanya sekitar 14 persen.

”Kebijakan tata ruang kota tidak mendukung perkembangan kapasitas masyarakat untuk berperan dalam pembangunan daerah,” kata Andi. ”Lahan lebih banyak dibangun untuk permukiman dan perkantoran serta kawasan niaga, sementara ruang publik untuk tempat masyarakat berinteraksi masih diabaikan keberadaannya,” ujarnya.

B. Kebijakan

Bertepatan dengan peringatan hari jadi Kota Bekasi ke-12 hari ini, kepemimpinan Mochtar Mohamad dan Rahmat Effendi masing-masing sebagai Wali Kota Bekasi dan Wakil Wali Kota Bekasi persis berjalan satu tahun. Wajar apabila banyak yang berharap pemimpin baru membawa perubahan. Gebrakan duet Mochtar-Rahmat yang dirasakan dampaknya adalah kebijakan pemberian subsidi di sektor pendidikan dan pelayanan kesehatan. Kebijakan tersebut merupakan implementasi visi Kota Bekasi terbaru, yakni Kota Bekasi Cerdas, Sehat, dan Ihsan. Pada awal pemerintahannya, Mochtar menggratiskan biaya pendidikan di sekolah dasar. Mulai 2009, kebijakan pembebasan biaya pendidikan diberlakukan di sekolah menengah pertama. Tahun depan, kebijakan serupa diterapkan di sekolah menengah atas.

Begitu pula dalam urusan pelayanan kesehatan, sejak April 2008 Pemerintah Kota Bekasi menghapus pelayanan kesehatan dasar di semua puskesmas.

Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Bekasi 2009, Pemkot Bekasi mendistribusikan 36,87 persen dari anggaran belanja untuk sektor pendidikan, lebih dari 4,3 persen untuk kesehatan. Kebijakan penganggaran yang berorientasi pada sektor pendidikan dan kesehatan itu, menurut Tjandra, tidak mengganggu rencana Pemkot untuk terus membangun dan menyiapkan utilitas kota yang memadai. ”Dengan demikian, Kota Bekasi mampu berkembang sebagai mitra sejajar dengan Jakarta, bukan sekadar kota penyangga Ibu Kota (negara),” kata Tjandra.

Kita garis bawahi bawah pertumbuhan penduduk yang sangat siknifikan menimbulakan beragam persoalan seperti masalah kemiskinan, pengangguran, kriminalitas, sampai transportasi, pendidikan dan kesehatan, serta interaksi sosial masyarakat. Bukan hanya di kota Bekasi, masalah serupa juga terjadi hampir di semua wilahayah di Indonesia sehingga sudah menjadi masalah Nasional..Pemerintah harus memikirkan Formula yang sangat ampuh untuk menyalurkan kelebihan penduduk ini menjadi sesuatu yang berguna sehingga berdapak baik pertumbuhan sosial. Yang menjadi PR pagi pemerintah adalah mengubah Perkembangan sosial yang sekarang sangat-sangat mengenaskan menjadi ke titik yang baik

Sumber: 

http://nasional.kompas.com/read/2009/03/16/06484682/masalah.kepadatan.penduduk.menghadang

Perkembangan Penduduk di Indonesia

Posted on

Pertumbuhan penduduk adalah perubahan populasi sewaktu-waktu, dan dapat dihitung sebagai perubahan dalam jumlah individu dalam sebuah populasi menggunakan “per waktu unit” untuk pengukuran. Sebutan pertumbuhan penduduk merujuk pada semua spesies, tapi selalu mengarah pada manusia, dan sering digunakan secara informal untuk sebutan demografi nilai pertumbuhan penduduk, dan digunakan untuk merujuk pada pertumbuhan penduduk dunia. Dalam demografi dan ekologi, nilai pertumbuhan penduduk (NPP) adalah nilai kecil dimana jumlah individu dalam sebuah populasi meningkat. NPP hanya merujuk pada perubahan populasi pada periode waktu unit, sering diartikan sebagai persentase jumlah individu dalam populasi ketika dimulainya periode. Ini dapat dituliskan dalam rumus: P = Poekt. Cara yang paling umum untuk menghitung pertumbuhan penduduk adalah rasio, bukan nilai. Perubahan populasi pada periode waktu unit dihitung sebagai persentase populasi ketika dimulainya periode.
Ketika pertumbuhan penduduk dapat melewati kapasitas muat suatu wilayah atau lingkungan hasilnya berakhir dengan kelebihan penduduk. Gangguan dalam populasi manusia dapat menyebabkan masalah seperti polusi dan kemacetan lalu lintas, meskipun dapat ditutupi perubahan teknologi dan ekonomi. Wilayah tersebut dapat dianggap “kurang penduduk” bila populasi tidak cukup besar untuk mengelola sebuah sistem ekonomi. Saat ini percepatan pertumbuhan penduduk mencapai 1,3 persen per tahun. Ini sudah mencapai titik yang membahayakan dan harus segera ditekan dengan penggalakan program Keluarga Berencana (KB). Jika upaya mengatasi laju pertumbuhan penduduk ini tidak dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, maka mustahil sasaran perbaikan kesejahteraan rakyat dapat tercapai.oleh karena itu kita memerlukan terobosan-terobosan baru untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk me lalui program-program yang sudah dicanangkan oleh pemerintah,seperti Keluarga Berencana (KB). Bahkan Presiden pun ikut mengajak. BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) dan Pemda serta LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) untuk meningkatkan sosialisasi penyuluhan KB.Sebab itu, Presiden SBY meminta agar seluruh pejabat melibatkan diri untuk mendukung program KB agar benar-benar berhasil, sehingga masa depan masyarakat Indonesia menjadi cerah, karena berapa pun pertumbuhan ekonomi yang dicapai jika pertumbuhan penduduk terus membengkak, maka kesejahteraan rakyat tidak akan pernah berhasil.Presiden juga mengatakan, pembangunan masyarakat Indonesia perlu memprioritaskan kelompok-kelompok masyarakat yang paling rentan, seperti anak-anak yatim piatu, anak-anak terlantar,dan masih banyak contoh lainnya.
Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sugiri Sjarief menyatakan, Indonesia harus segera mengerem laju pertumbuhan penduduk. Maklum, saat ini laju pertumbuhan penduduk Indonesia memang cukup tinggi, yakni 2,6 juta jiwa per tahun. “Jika ini tidak diatasi, maka 10 tahun lagi Indonesia akan mengalami ledakan penduduk,” kata Sugiri, kemarin. Tahun ini, jumlah penduduk Indonesia diperkirakan sekitar 230,6 juta jiwa. Tanpa KB, 11 tahun lagi atau pada 2020, penduduk Indonesia akan mencapai 261 juta manusia. Tetapi jika KB berhasil menekan angka laju pertumbuhan 0,5% per tahun, maka jumlah penduduk 2020 hanya naik menjadi sekitar 246 juta jiwa. Ini berarti KB bisa menekan angka kelahiran sebanyak 15 juta jiwa dalam 11 tahun, atau 1,3 juta jiwa dalam setahun. Jika penurunan laju pertumbuhan penduduk sebanyak itu bisa tercapai, berarti negara bisa menghemat triliunan rupiah untuk biaya pendidikan dan pelayanan kesehatan. Selain itu, dengan jumlah kelahiran yang terkendali, target untuk meningkatkan pendidikan, kesehatan ibu dan anak, pengurangan angka kemiskinan, dan peningkatan pendapatan per kapitan dapat lebih mudah direalisasikan. Sugiri memaparkan, pada 2006 rata-rata angka kelahiran mencapai 2,6 anak per wanita subur. Angka tersebut tidak berubah pada 2007, sedangkan laju pertumbuhan penduduk rata-rata masih 2,6 juta jiwa per tahun. Untuk bisa menekan angka kelahiran sampai 1,3 juta jiwa setahun, BKKBN menargetkan tahun ini peserta KB baru dari keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera mencapai 12,9 juta keluarga. Sugiri mengakui, pelaksanaan Progam KB kini kurang berdenyut seperti era Orde Baru. Pasalnya, di era otonomi saat ini, pemerintah daerah yang jadi ujung tombak pelaksanaan program justru loyo. Selain itu, BKKBN juga kekurangan petugas lapangan. Saat ini KB didukung oleh 22.000 petugas, “Kami butuh 13.000 penyuluh lagi.” Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk indonesia adalah sebagai berikut:
1.kelahiran
2.kematian
3.perpindahan penduduk(migrasi)
Migrasi ada dua,migrasi yang dapat menambah jumlah penduduk disebut migrasi masuk(imigrasi),dan yang dapat mengurangi jumlah penduduk disebut imigrasi keluar(emigrasi).
a. Kelahiran (Natalitas)

Kelahiran bersifat menambah jumlah penduduk. Ada beberapa faktor yang menghambat kelahiran (anti natalitas) dan yang mendukung kelahiran (pro natalitas) Faktor-faktor penunjang kelahiran (pro natalitas) antara lain:

– Kawin pada usia muda, karena ada anggapan bila terlambat kawin keluarga akan malu.
– Anak dianggap sebagai sumber tenaga keluarga untuk membantu orang tua.
– Anggapan bahwa banyak anak banyak rejeki.
– Anak menjadi kebanggaan bagi orang tua.
– Anggapan bahwa penerus keturunan adalah anak laki-laki, sehingga bila belum ada anak laki-laki, orang akan ingin mempunyai anak lagi. Faktor pro natalitas mengakibatkan pertambahan jumlah penduduk menjadi besar.

Faktor-faktor penghambat kelahiran (anti natalitas), antara lain:
– Adanya program keluarga berencana yang mengupayakan pembatasan jumlah anak.
– Adanya ketentuan batas usia menikah, untuk wanita minimal berusia 16 tahun dan bagi laki-laki minimal berusia 19 tahun.
– Anggapan anak menjadi beban keluarga dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
– Adanya pembatasan tunjangan anak untuk pegawai negeri yaitu tunjangan anak diberikan hanya sampai anak ke – 2.
– Penundaaan kawin sampai selesai pendidikan akan memperoleh pekerjaan.

b. Kematian (Mortalitas)
Kematian bersifat mengurangi jumlah penduduk. Banyaknya angka kematian sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor pendukung kematian(pro mortalitas) dan faktor penghambat kematian (anti mortalitas).
1. Faktor pendukung kematian(pro mortalitas)
Faktor ini mengakibatkan jumlah kematian semakin besar. Yang termasuk faktor ini adalah:

– Sarana kesehatan yang kurang memadai.

– Rendahnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan

– Terjadinya berbagai bencana alam

– Terjadinya peperangan

– Terjadinya kecelakaan lalu lintas dan industri

– Tindakan bunuh diri dan pembunuhan.
2. Faktor penghambat kematian(anti mortalitas)
Faktor ini dapat mengakibatkan tingkat kematian rendah. Yang termasuk faktor ini adalah:

– Lingkungan hidup sehat.

– Fasilitas kesehatan tersedia dengan lengkap.

– Ajaran agama melarang bunuh diri dan membunuh orang lain.

– Tingkat kesehatan masyarakat tinggi.

– Semakin tinggi tingkat pendidikan penduduk.

Kesimpulan :
perkembangan penduduk di indonesia sangatlah pesat, dari bidang sdm nya atau bidang transportasi . ini di karenakan banyak nya angka kelahiran dan kurang nya anggka kematian.
REFERENSI :
http://www.datastatistik-indonesia.com/content/view/919/934/
http://id.wikipedia.org/wiki/Pertumbuhan_penduduk

Indonesia Harus Mengerem Laju Pertumbuhan Penduduk

Klik untuk mengakses gemari71hal28.PDF

Kasus Sumber Daya Alam

Posted on

Kelangkaan adalah kondisi di mana kita tidak mempunyai cukup sumber daya untuk memuaskan semua kebutuhan kita. Dengan singkat kata kelangkaan terjadi karena jumlah kebutuhan lebih banyak dari jumlah barang dan jasa yang tersedia.. Kelangkaan bukan berarti segalanya sulit diperoleh atau ditemukan. elangkaan juga dapat diartikan alat yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan jumlahnya tidak seimbang dengan kebutuhan yang harus dipenuhi. Kelangkaan mengandung dua pengertian: Alat pemenuhan kebutuhan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan atau untuk mendapatkan alat pemuas kebutuhan memerlukan pengorbanan yang lain.

Alam memang menyediakan sumber daya yang cukup melimpah. Namun, tetap saja jumlahnya terbatas, apalagi jika manusia mengolahnya secara sembarangan. Walaupun sumber daya tersebut dapat diperbaharui atau tersedia secara bebas, tetap saja akan berkurang dan lama-kelamaan akan habis atau dapat disebabkan perubahan iklim yang terjadi dapat membuat sumber daya itu menjadi langka. Dalam kelangkaan sumber daya ini dapat menyebabkan konflik atau masalah baik secara ekonomi maupun sosial. Seperti misalnya dalam tulisan dari Jefferet Mazo “Darfur: The First Modern Climate Change Conflict”(2009) dan tulisan Jurgan Scheffran (2011). Di dalam tulisannya, Mazo menjelaskan bahwa konflik antara kelompok petani kulit hitam dan kelompok penggembala arab yang terjadi di Darfur disebabkan oleh perebutan akses terhadap air dan tanah yang subur, sebagai salah satu efek dari perubahan iklim (baik itu yang jangka panjang maupun jangka pendek). Wilayah Darfur, pada dasarnya merupakan wilayahyang tergolong sebagai Sahel atau wilayah transisi antara Gurun Sahara di sebelah utara BenuaAfrika dengan wilayah Savana yang lebih lembab dan subur di sebelah selatan Benua Afrika sehingga kondisi tanahnya memang tidak terlalu subur. Pada awal tahun 2000-an curah hujan di Darfur menurun, sehingga kondisi tanah menjadi semakin buruk, bahkan mengarah pada desertifikasi wilayah Darfur. Para petani yang mengalami kegagalan panen akibat kekeringan, membutuhkan lahan baru yang lebih subur untuk penanaman. Sedangkan kelompok penggembala pun membutuhkan lahan untuk mendukung perkembangan populasi hewan gembalanya. Hal tersebut kemudian menimbulkan kompetisi di antara dua kelompok untuk mendapatkan sumber daya bagi kelangsungan hidup mereka. Pada tahun 2003, kelompok penggembala melancarkan serangan kepada kelompok petani dengan dukungan militan Arab(Janjaweed), sehingga kompetisi tersebut pun pecah menjadi sebuah konflik.

Selain itu dalam tulisan Jurgen Scheffran, “Security Risks and Conflicts of Climare Change and Natural Resource Scarcity: Issues of Future Research” (2011). Pada dasarnya Scheffran lebih mengorientasikan tulisannya pada kawasan Eropa, namun ia juga membahas secara spesifik mengenai keterkaitan perubahan iklim dengan konflik sosial.

Scheffran secara rinci menjelaskan bagaimana perubahan iklim dapatmenyebabkan konflik antar manusia. Pertama-tama, perubahan ubahan iklim menimbulkandegradasi kualitas lingkungan hidup, sehingga terjadi kelangkaan sumber daya alam (sebagaidasar dari kebutuhan hidup manusia. Hal ini kemudian menimbulkan adanya dinamika populas, baik itu berupa migrasi, tekanan populasi, atau bahkan perpindahan lahan bercocok tanam. Darisana, kita harus memerhatikan keadaan sosial-ekonomi serta politik di wilayah tersebut apakahfaktor-faktor itu cukup mapan dan memiliki kapabilitas untuk dapat menanggulangi hal tersebut atau tidak. Jika iya, maka kemungkinan besar masalah terkait dinamika populasi dapat teratasidan permasalahan utama dari perubahan iklim kembali berkisar pada pengaruhnya terhadap kebutuhan manusia. Tetapi jika tidak, maka dinamika populasi akan berpotensi menimbulkan instabilitas politik, yang kemudian memunculkan motivasi utuk berkonflik dan dapat mengarah resiko konflik bersenjata.

Cara untuk mengatasi masalah keterbatasan sumber daya mungkin dapat dilakukan dengan cara berikut:

  • Menghemat penggunaan sumber daya alam
  • Memelihara dan melestarikan sumber daya alam dengan baik
  • Menciptakan alat pemuas/barang pengganti (barang substitusi)